KABARMU -- Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, bukan hanya dikenal sebagai tokoh revolusi dan proklamator kemerdekaan, tetapi juga sebagai kader Muhammadiyah yang memiliki hubungan emosional dan ideologis yang mendalam dengan organisasi Islam tersebut. Kedekatan Soekarno dengan Muhammadiyah bermula sejak masa mudanya di Surabaya, ketika ia indekos di rumah H.O.S. Tjokroaminoto. Di sana, ia sering mengikuti pengajian yang diadakan oleh KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, yang kelak menjadi inspirasi besar dalam pemikiran keislamannya.
Ketertarikan Soekarno terhadap Islam progresif semakin menguat ketika ia diasingkan ke Bengkulu oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1938. Di kota itu, ia resmi menjadi anggota Muhammadiyah dan menjabat sebagai Ketua Majelis Pengajaran Muhammadiyah Daerah Bengkulu. Ia aktif mengajar di sekolah Muhammadiyah dan memperkenalkan pemikiran Islam yang membebaskan dan berkemajuan. Di Bengkulu pula, Soekarno bertemu dengan Fatmawati, aktivis Nasyiatul ‘Aisyiyah dan putri tokoh Muhammadiyah Hassan Din, yang kemudian menjadi istrinya dan penjahit Bendera Pusaka Merah Putih.
Hubungan Soekarno dengan Muhammadiyah bukan sekadar formalitas organisasi, melainkan ikatan batin yang kuat. Dalam Muktamar Muhammadiyah ke-50 tahun 1962, Soekarno menyatakan, “Soekarno dan Muhammadiyah: Ikatan Ideologis Sang Proklamator lama saya makin cinta Muhammadiyah.” Bahkan, ia pernah berwasiat agar jenazahnya dikafani dengan bendera Muhammadiyah, sebuah simbol penghormatan dan pengakuan terhadap peran besar organisasi tersebut dalam perjuangan bangsa dan pembaruan Islam di Indonesia.
Meski sempat terjadi perbedaan pandangan politik antara Soekarno dan beberapa tokoh Muhammadiyah, seperti kasus penahanan Buya Hamka, hubungan ideologis dan spiritual antara keduanya tetap terjaga. Soekarno melihat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang sejalan dengan visinya: Islam yang rasional, membebaskan, dan mampu menjawab tantangan zaman. Ia mengagumi KH Ahmad Dahlan sebagai sosok revolusioner yang membawa regenerasi pemikiran Islam melalui pendidikan, kesehatan, dan keadilan sosial.
Jejak sejarah ini menunjukkan bahwa Soekarno bukan hanya pemimpin politik, tetapi juga pemikir Islam yang terinspirasi oleh nilai-nilai Muhammadiyah. Hubungan ini memperkaya narasi kebangsaan Indonesia, bahwa kemerdekaan dan kemajuan bangsa tidak lepas dari kontribusi pemikiran Islam yang berkemajuan. Rose
Posting Komentar untuk "Soekarno dan Muhammadiyah: Ikatan Ideologis Sang Proklamator"